Sabtu, 04 Januari 2014

AKU TAKKAN BISA BENCI AYAH




Aku Takkan Bisa Benci Ayah
Uhh... ” keluhku pada bulan. Aku sadar, tak ada gunanya aku mengeluh begitu. Ya, kejadian hari ini. Aku dipecat dari restoran karena kecerobohanku menumpahkan teh pada baju pelanggan yang terlihat mahal. Masih terngiang pila kata- kata si Bos “Gajimu 4 bulan belum tettu cukup mengganti baju itu”katanya marah... “Sudahlah Kiran, tidak usah kau pikirkan. Cari saja kerjaan lain.Toh di Jakarta Restoran tak hanya satu.” Kata Bunda menghampiriku yang sedang kesal lahir batin.. (Emang apa’an. Kirani lebay ahh.. Baru dipecat.) Back to story.. Dengan lembut Bunda mengusap rambut hitamku yang panjang terurai. Ku lihat sayup matanya yang sendu, membuatku benar- benar merasa tenang. Ahh... Aku tak pantas mengeluh. Aku harus tetap bekerja demi Bunda dan Rifki. Ayah.... Ayah saat usiaku baru 7 tahun. Dan saat itu, Bunda mengandung Rifki. Aku pernah bersumpah, takkan pernah lagi mengakuinya ayah karena telah meninggalkanku, Bunda dan Rifki. Jahat memang... Tapi.. Jahat mana meninggalkan Kami selama 10 Tahun. Dulu, Bunda yang bekerja di toko roti. Namun, saat ini Bunda terlalu tua untuk itu. Akulah yang sekarang bekerja. Sebagai anak pertama, yang menjadi tulang punggung keluarga. Hmm... Kadang Rifky juga ikut mencari uang. Ia biasanya ke warung Pok Leha untuk sekedar beres- beres. Meski, upahnya hanya Rp. 5000,- tetap berharga untuk kami.
            Esoknya, aku pergi melamar kerja. “Kirani, Bunda do’akan segera mendapatkan pekerjaan.” Ujar Bunda. Aku memeluknya, mencium pipinya dan tersenyum padanya. Oh.. Bunda.. sumber kekuatanku. Aku berjalan kaki sejauh ini. Tak terasa, di hadapanku terpampang nyata (Emang Syahrini??) “RESTORAN BAKSO ANUGERAH”. Segera saja kumasuki. Dan benar, mereka sedang mencari pelayan. Yah, beruntung aku langsung diterima. Saat aku sedang sibuk memperhatikan Kepala Pelayan yang sedang menjelaskan tugasku, tiba- tiba datang seseorang. Beliau memakai jas rapi, sepatunya mengkilat, dan rambutnya klimis khas salon. “Bos, ini dia pelayan yang melamar. Saya langsung terima karena memang kekurangan pelayan” ungkap si Kepala Pelayan. Dengan angkuhnya, dibuka kacamata si Bos. Ketika melihat seluruh wajahnya, aku terkejut. Ia pun tampak melongo melihatku. “Ayah...” kataku spontan. “K.. k.. Kirani???”katanya. Kepala Pelayan terkejut. Setahunya, Bosnya ini masih sendiri. Taunya... Tiba- tiba... Ayah memelukku, ia menangis. Namun, aku mengelak dan segera pergi dati tempat itu. Pak Usman, ayahku hanya terdiam. Memandangku dengan rasa bersalah. Aku memutuskan pulang dan segera bercerita pada Bunda. Entah bagaimana ekspresinya. Ternyata, Bunda terkejut. Beliau tahu apa yang kurasakan. Makanya, ia tak berani membahas tentang pekerjaan.
            Tok... tok ... tok... “Biar Bunda yang membuka Pintu. Kmau ganti baju, lalu makan siang ya. ”katanya. “ya Bunda” jawabku. Aku lalu melaksanakan yang Bunda suruh. Saat pintu dibuka.. “Mas Usman” kata Bunda terkejut. “Lasmi.. “ Kata Ayah, lalu memeluk Bunda erat. Berkali- kali Ayah minta maaf pada Bunda dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. Rupanya, Ayah masih ingat saja dimana meninggalkanku, Bunda dan Rifki. “Assalamualaikum Bunda” kata Rifki pulang sekolah, mencium tangan Bunda. “Waalaikumsalam sayang. Rifki udah pulang” jawab Bunda senang. “Ada tamu Bunda” lanjut Rifki. “Ia sayang, salim dulu gih”. “Lasmi.. Diaa... dia bayi yang ada dalam kandunganmu 10 tahun lalu” ungkap Ayah terperanjat. “Iya” jawab Bunda tersenyum. Ayah lalu memeluk Rifki, menciumnya penuh kerinduan. “Ini Ayah... Rifki”. “Nggakkk mungkin!!! Rifki nggak punya Ayah, Ayah Rifki udah meninggal.. Rifki Yatim!!” Bentak Rifki lalau segera menuju kamar dan menguncinya. Terdengar pula isak tangisnya. Ayah pulang dengan tak bersemangat, pulang ke rumahnya. “Mereka hanya perlu waktu untuk menerimamu. Percayalah, mereka akan menerimamu” ucap Bunda. “Ya, Aku percaya Kamu. Aku akan sering datang kemari. Untukmu, dan mereka. Sampai kapanpun, Kau tetap istriku.” Kata Ayah sambil mencium kening Bunda. Lalu pergi...
            Dua bulan berlalu, selama itu.. Ayah berusaha keras mengambil hatiku dan Rifki. Setiap hari Ayah mengirimkan barang- barang mewah untuk kami. Hingga akhirnya, Aku dan Rifki menyerah. “Ayaahh.... ” ungkap Kami bersamaan ketika Ayah berada di pintu dan segera menghambur kepelukannya. “Ayah sayang kalian... Maafkan Ayah. Bukan maksud Ayah melupakan dan mentelantarkan kalian” kata ayah terisak. “Ya,  Ayah.. Rifki sayang AYah” isak Rifki. “Kirani ngerti Yah..” ungkapku. Ayah bekerja di kota. Uang telah membuat Ayah lupa segalanya. Bahkan, sempat ayah tergiur wanita. Ayah bilang, pernah hampir menikahi Janda kaya. Tapi.. ternyata janda itu meninggal dalam sebuah kecelakaan. Ia memberikan sebagian hartanya untuk hidup Ayah selanjutnya. Ayah mengingat kami karena sewaktu membuka dompetnya, terdapat fotoku dengan Bunda. Hingga akhirnya pertemuan kami di Restoran. Kami semua tinggal di rumah besar Ayah. Ayah.. bagaimanapun kau tetap ayahku. Dan aku, takkan pernah bisa membencimu. Aku sayang Ayah... Eeehh.. Rifki juga ^__^. “Akhirnya, Aku bisa melihat Bunda tersenyum bahagia”. Kataku saat duduk di sofa yang super nyaman. “Itu berkat Ayah tau..” kata Ayah lalau mencium keningku. Kami pun tertawa bersama. We always love you and never hate you my lovely dad.
THE END

Tidak ada komentar:

Posting Komentar