“Uhh... ” keluhku pada bulan. Aku
sadar, tak ada gunanya aku mengeluh begitu. Ya, kejadian hari ini. Aku dipecat
dari restoran karena kecerobohanku menumpahkan teh pada baju pelanggan yang
terlihat mahal. Masih terngiang pila kata- kata si Bos “Gajimu 4 bulan belum
tettu cukup mengganti baju itu”katanya marah... “Sudahlah Kiran, tidak usah kau
pikirkan. Cari saja kerjaan lain.Toh di Jakarta Restoran tak hanya satu.” Kata Bunda
menghampiriku yang sedang kesal lahir batin.. (Emang apa’an. Kirani lebay ahh..
Baru dipecat.) Back to story.. Dengan lembut Bunda mengusap rambut hitamku yang
panjang terurai. Ku lihat sayup matanya yang sendu, membuatku benar- benar
merasa tenang. Ahh... Aku tak pantas mengeluh. Aku harus tetap bekerja demi
Bunda dan Rifki. Ayah.... Ayah saat usiaku baru 7 tahun. Dan saat itu, Bunda
mengandung Rifki. Aku pernah bersumpah, takkan pernah lagi mengakuinya ayah
karena telah meninggalkanku, Bunda dan Rifki. Jahat memang... Tapi.. Jahat mana
meninggalkan Kami selama 10 Tahun. Dulu, Bunda yang bekerja di toko roti.
Namun, saat ini Bunda terlalu tua untuk itu. Akulah yang sekarang bekerja.
Sebagai anak pertama, yang menjadi tulang punggung keluarga. Hmm... Kadang
Rifky juga ikut mencari uang. Ia biasanya ke warung Pok Leha untuk sekedar
beres- beres. Meski, upahnya hanya Rp. 5000,- tetap berharga untuk kami.
Esoknya, aku pergi melamar kerja.
“Kirani, Bunda do’akan segera mendapatkan pekerjaan.” Ujar Bunda. Aku
memeluknya, mencium pipinya dan tersenyum padanya. Oh.. Bunda.. sumber
kekuatanku. Aku berjalan kaki sejauh ini. Tak terasa, di hadapanku terpampang
nyata (Emang Syahrini??) “RESTORAN BAKSO ANUGERAH”. Segera saja kumasuki. Dan
benar, mereka sedang mencari pelayan. Yah, beruntung aku langsung diterima.
Saat aku sedang sibuk memperhatikan Kepala Pelayan yang sedang menjelaskan
tugasku, tiba- tiba datang seseorang. Beliau memakai jas rapi, sepatunya
mengkilat, dan rambutnya klimis khas salon. “Bos, ini dia pelayan yang melamar.
Saya langsung terima karena memang kekurangan pelayan” ungkap si Kepala
Pelayan. Dengan angkuhnya, dibuka kacamata si Bos. Ketika melihat seluruh
wajahnya, aku terkejut. Ia pun tampak melongo melihatku. “Ayah...” kataku
spontan. “K.. k.. Kirani???”katanya. Kepala Pelayan terkejut. Setahunya, Bosnya
ini masih sendiri. Taunya... Tiba- tiba... Ayah memelukku, ia menangis. Namun,
aku mengelak dan segera pergi dati tempat itu. Pak Usman, ayahku hanya terdiam.
Memandangku dengan rasa bersalah. Aku memutuskan pulang dan segera bercerita
pada Bunda. Entah bagaimana ekspresinya. Ternyata, Bunda terkejut. Beliau tahu
apa yang kurasakan. Makanya, ia tak berani membahas tentang pekerjaan.
Tok... tok ... tok... “Biar Bunda
yang membuka Pintu. Kmau ganti baju, lalu makan siang ya. ”katanya. “ya Bunda”
jawabku. Aku lalu melaksanakan yang Bunda suruh. Saat pintu dibuka.. “Mas
Usman” kata Bunda terkejut. “Lasmi.. “ Kata Ayah, lalu memeluk Bunda erat.
Berkali- kali Ayah minta maaf pada Bunda dan menjelaskan apa yang sebenarnya
terjadi. Rupanya, Ayah masih ingat saja dimana meninggalkanku, Bunda dan Rifki.
“Assalamualaikum Bunda” kata Rifki pulang sekolah, mencium tangan Bunda.
“Waalaikumsalam sayang. Rifki udah pulang” jawab Bunda senang. “Ada tamu Bunda”
lanjut Rifki. “Ia sayang, salim dulu gih”. “Lasmi.. Diaa... dia bayi yang ada
dalam kandunganmu 10 tahun lalu” ungkap Ayah terperanjat. “Iya” jawab Bunda
tersenyum. Ayah lalu memeluk Rifki, menciumnya penuh kerinduan. “Ini Ayah...
Rifki”. “Nggakkk mungkin!!! Rifki nggak punya Ayah, Ayah Rifki udah meninggal..
Rifki Yatim!!” Bentak Rifki lalau segera menuju kamar dan menguncinya.
Terdengar pula isak tangisnya. Ayah pulang dengan tak bersemangat, pulang ke
rumahnya. “Mereka hanya perlu waktu untuk menerimamu. Percayalah, mereka akan
menerimamu” ucap Bunda. “Ya, Aku percaya Kamu. Aku akan sering datang kemari.
Untukmu, dan mereka. Sampai kapanpun, Kau tetap istriku.” Kata Ayah sambil
mencium kening Bunda. Lalu pergi...
Dua bulan berlalu, selama itu.. Ayah
berusaha keras mengambil hatiku dan Rifki. Setiap hari Ayah mengirimkan barang-
barang mewah untuk kami. Hingga akhirnya, Aku dan Rifki menyerah. “Ayaahh.... ”
ungkap Kami bersamaan ketika Ayah berada di pintu dan segera menghambur
kepelukannya. “Ayah sayang kalian... Maafkan Ayah. Bukan maksud Ayah melupakan dan
mentelantarkan kalian” kata ayah terisak. “Ya, Ayah.. Rifki sayang AYah” isak Rifki. “Kirani
ngerti Yah..” ungkapku. Ayah bekerja di kota. Uang telah membuat Ayah lupa segalanya.
Bahkan, sempat ayah tergiur wanita. Ayah bilang, pernah hampir menikahi Janda
kaya. Tapi.. ternyata janda itu meninggal dalam sebuah kecelakaan. Ia memberikan
sebagian hartanya untuk hidup Ayah selanjutnya. Ayah mengingat kami karena
sewaktu membuka dompetnya, terdapat fotoku dengan Bunda. Hingga akhirnya
pertemuan kami di Restoran. Kami semua tinggal di rumah besar Ayah. Ayah..
bagaimanapun kau tetap ayahku. Dan aku, takkan pernah bisa membencimu. Aku
sayang Ayah... Eeehh.. Rifki juga ^__^. “Akhirnya, Aku bisa melihat Bunda
tersenyum bahagia”. Kataku saat duduk di sofa yang super nyaman. “Itu berkat
Ayah tau..” kata Ayah lalau mencium keningku. Kami pun tertawa bersama. We always
love you and never hate you my lovely dad.
THE END
Tidak ada komentar:
Posting Komentar