Inilah Cinta dan Rahasia itu
Anak ini biasa dipanggil Jocong. Entah siapa yang pertama kali memanggilnya dengan nama itu, mungkin karena sejak lahir, ia memiliki rambut lurus setajam jarum pentul, sehingga orang menyebutnya Jocong alias si rambut landak. Ia lahir pada tanggal enam September 1976 di sebuah kampung Mariuk, Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi, tepatnya sekitar 78 kilometer dari pusat kota Pelabuhan Ratu. Walau masih terletak di pulau jawa, namun Kampung ini masih tergolong desa tertinggal di Jawa Barat. Sehingga tidak heran jika rata-rata penduduknya tidak tamat sekolah dasar dan berpenghasilan dibawah sepuluh ribu rupiah per harinya.
Ayah Jocong adalah seorang buruh bangunan dan ibunya bekerja sebagai buruh tani. Ia tinggal di sebuah gubuk bambu di pinggiran sungai Cikaso. Satu-satunya sungai yang biasa digunakan untuk segala hajat hidup orang kampung. Sungai inilah yang sering menolong Jocong dan sahabat-sahabatnya membawa getek “perahu kecil terbuat dari gedebong pisang” sepulang sekolah. Jocong belajar di sekolah dasar Negeri Ciomas, yang jaraknya mencapai lima kilometer dari rumahnya. Ia sudah terbiasa berjalan kaki dengan jarak itu, bahkan lebih.
Sungai Cikaso adalah sungai yang mendidik Jocong untuk tetap tegar dan semangat dalam mengarungi takdir kehidupan ini. Terutama inspirasi dan motivasi untuk tetap bertahan di sekolah yang sering bocor dan nyaris roboh itu. Ia tetap bersekolah walau dididik hanya oleh satu guru negeri dan dua guru honorer, itupun mereka kadang tidak datang karena berbagai alasan klasik, khusunya diakhir bulan.
Walau keluarga Jocong hidup serba kekurangan, namun ia cukup bahagia menjalani takdir di desanya. Masa kecil Jocong dilalui dengan bersekolah, mengaji, talaqqi kitab kuning, bermain bola dan mandi di sungai. Kadang-kadang ia mencari kayu bakar, menangkap belut di sawah dan memancing ikan di sungai. Sore hari Jocong kadang menjual sayuran dan buah-buahan keliling kampung. Pulang sekolah ia “ngangon” (gembala) kambing dan mencari rumput untuk ternak, dan kadang juga ia memanjat pohon kelapa setinggi 15 meter sambil melihat pemandangan gunung dan hutan yang tidak begitu indah lagi, karena sudah gundul di cukur para pengusaha kota, dan bibawa entah kemana dan untuk siapa, yang pasti orang kampung tetap miskin dan hanya dapat menikmati banjirnya.
Pada tahun 1986 Jocong dipaksa keadaan untuk berhenti sekolah dasar, karena tidak ada biaya. Kemudian Jocong diminta Ayahnya merantau ke Jakarta, dengan terlebih dahulu menjadi tukang kuli panggul singkong untuk ongkos perjalanannya. Sepakan kemudian ia memulai perjalanan menuju takdirnya, dengan berjalan kaki menelusuri jalan terjal, becek dan berbatu. Jocong kecil terus melaju di jalan setapak untuk mencapai jalan aspal sejauh 25 KM, karena ternyata uang yang dikumpulkannya tidak cukup untuk ongkos naik ojek.
Lapar, lelah, letih, haus, dan panasnya terik matahari tidak membuat Jocong kecil mundur dan menyerah. Walau saat itu usianya baru sepuluh tahun, ternyata harumnya aroma Jakarta bisa membuat jalan terjal dan jauh menjadi terasa sangat dekat. “Jakarta mah hebat, loba hiburan jeng loba duit. Pokonamah genah“. Demikian promosi Kang Jajat sepupunya yang sudah dua tahun merantau di Jakarta.
Tapi apa kenyataannya, sungguh Jakarta sangat berbeda dengan bayangannya. Sampai di kota Metropolitan, Jocong hanya mampu menjadi kernet jahit. Gaji tiga puluh lima ribu rupiah seminggu hanya cukup untuk makan sehari-hari. Setiap malam, ia tidur beralaskan bahan levis dan terkadang tidur di atas mesin obras. Ruangannya sangat sempit, bau apek, panas dan pengap, bahkan kadang tidur ditemani kecoa, tikus got dan curut nying - nying. Namun apalah daya, keadaan memaksa untuk tetap bertahan. Untungnya bang Sabar dan bang Tawakal menjadi teman setianya setiap saat, sehingga ia mampu bertahan.
Tiga bulan kemudian, takdir mengantarkan Jocong ke Panti Asuhan. Tempat bernaung anak-anak yang dianggap sebagian orang kelas rendahan, bahkan anak buangan yang jauh dari perhatian, sedikit kasih sayang dan penghargaan. Sejak itulah Jocong mendapat julukan tambahan “si Molen”. Entah apa alasan dipanggilnya demikian, mungkin karena jocong hari itu bertubuh bulat, dan berambut landak, atau mungkin karena Jocong satu-satunya anak udik, wong ndeso yang unik dan imut yang paling mudah dihina dan dianiaya, karena tidak memiliki sanak saudara di Jakarta yang bisa melindunginya.
Enam tahun lamanya Jocong menjalani takdir kehidupan di Asrama yatim. Selama itu pula mendapatkan suka duka yang sangat berliku. Sungguh benar apa yang dikatakan Buya HAMKA, ulama kharismatik sepanjang masa. “Hidup ini bukanlah suatu jalan yang datar dan ditaburi bunga, melainkan adakalanya disirami air mata dan juga darah”.
Perjalanan takdir kehidupan terus melaju. Benar apa kata pepatah, semakin tinggi kelas yang didudukinya, maka semakin tinggi tes dan ujian yang dihadapinya. Ujian Jocong terasa semakin berat, ketika ayahnya sakit reumatik kronis dan TBC berat. Sungguh ia sangat sedih dan dadanya terasa sesak. Jocong tidak mampu membiayainya di Rumah Sakit, bahkan obatpun terasa sangat mahal. Sampai akhirnya, tiga tahun kemudian ayahnya meninggal dunia, dalam usia sangat muda (43 tahun). Ayahnya wafat meninggalkan istri dan empat anak yang masih bersekolah. Akhirnya semua tanggung jawab berpindah ke pundaknya.
Mulai saat itu Ia harus lebih giat lagi untuk belajar, bekerja untuk menafkahi ibu dan adik-adiknya, dan disaat yang sama ia mulai ingin menyunting wanita sholehah yang didambakannya.
Sungguh, cobaan dan ujian ini kadang terasa sangat berat. Terkadang ia sabar, terkadang ia pun nyaris putus asa. Pada saat itu Jocong belum tahu bahwa ujian dalam perjalanan takdir itu akan menjadi pintu karunia terbesar dalam hidup ini. Karunia yang tidak akan pernah terlupa sepanjang masa. Maha Kuasa dan Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid 57 : 22)
Memang pedih rasanya ditinggal orang yang paling dicintai. Sakit rasanya dada ini. Betapa berat pundak ini harus menanggung beban keluarga. Namun derai air mata dan isak tangis tidak akan pernah mengembalikan mereka dan tidak akan menjadi solusi apapun. Sampai akhirnya Allah memberikan hidayah untuk menemukan cara mengarungi kehidupannya. Lalu ia bangkit, bergerak dan memulai hidup dengan semangat dan harapan baru walau tanpa ayah yang dicintainya.
Jocong disadarkan bahwa itulah perjalanan sang waktu, yang harus terus melaju menuju terminal takdirnya. Walau kadang hidup ini terasa sangat berat dan pahit. Tapi tiada sungai yang tidak berhulu. Jocong dan Anda sangat yakin dengan janji Allah “Bahwa setelah kesusahan pasti ada kemudahan dan bersama kesusahan pasti disertai kemudahan yang lain”. (QS.Al-Insyiroh (94):5).
Jika Anda berbisnis dengan Allah SWT,
sekecil apapun modal dan produk yang Anda jual kepada-Nya, sesungguhnya kekayaan, pertolongan, profit, dan keberkahan Allah
tidak ada batasnya.
Jika Anda meyakini dan menjalaninya,
maka profitNya akan Anda temukan dan rasakan kapan saja dan dimana saja
sesuai dengan niat, keyakinan dan usaha Anda serta segala kehendak-Nya. Bisa!
Tidak terbayangkan sebelumnya, Jocong ini bisa belajar di sebuah sekolah favorit di Jakarta, bahkan mampu menyelesaikan sekolah di luar negeri selama enam tahun. Lalu Allah telah memberikan kelapangan untuk bisa menyekolahkan ke empat adiknya. Jocong juga diberi kesempatan untuk bisa keliling ASEAN dan Timur Tengah. Ia juga bisa menjadi sarjana Hubungan Internasional pertama dari Kampung Jampang Tengah. Ia mampu belajar dan mengajar cara berwirausaha, punya penghasilan yang cukup baik, menikah, punya rumah, punya anak, punya kendaraan yang cukup nyaman dan akhirnya tahadust bin’nikmat (berbagi kisah bahagia) dengan Anda melalui buku yang sedang Anda baca ini.
Semoga setiap nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Jocong dan Anda semua, tidak menjadi pintu syaithon untuk menjadikanya sombong dan lupa diri untuk terus memperbaiki kekurangannya. Karena Rasulullah bersabda “Tidak masuk surga, orang yang menyimpan sebiji atom atau sawi kesombongan dalam hatinya”. Nau’dzubillah.
Jocong sangat bersyukur dengan setiap keajaiban dan anugerah Allah, walau ia sadar bahwa tantangan kedepan semakin besar dan lebih berliku. Namun setiap Anak Adam wajib meyakini bahwa di dunia ini tidak ada yang mustahil. “Apabila Dia (Allah) menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Kun Fayajun ; Jadilah!” Maka terjadilah ia. Maka Maha suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.(Q.S. Yaasiin 36: 82-83)
Walau kita sadar bahwa takdir kesuksesan dan kebahagiaan tidak akan dapat diraih dengan gratis. Tetapi semuanya harus dibayar dengan tekad yang bulat, niat yang ikhlas, usaha yang maksimal dan keberanian mengambil resiko. Senada dengan apa yang dikatakan Vincent Van Gogh“Great things are not something accidental, but must certainly be willed,” (Kesuksesan besar tidak terjadi secara kebetulan, tetapi merupakan hasrat yang benar-benar diingini).
Berbuatlah dan berkaryalah, maka Allah, rasul-Nya dan orang beriman akan menjadi saksi dan penilai segala karya Anda. Belajarlah dari kisah para nabi dan rasul, para sahabat dan tabi’in, para tokoh dan ilmuan. Kerena kesukesan akan kita dapat sesuai dengan usaha kita. Dan yakinlah takdir kita tidak akan pernah tertukar dengan siapapun. Maka jangan pernah kita iri dengki dan jail aniaya atas rezeki yang dianugrahkan Allah kepada orang lain.
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, Maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah Maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Faathir 35:2)
Sungguh saya sangat senang mengenal Jocong Kecil ini, lebih senang lagi jika Anda dapat mengambil hikmah positif dari perjalanan hidupnya, sekecil apapun kelebihannya dan sebesar apapun kelemahannya. Kita tetap berdo’a semoga Anda dan Jocong dapat hidup lebih indah, mudah dan penuh berkah.
Pertemuan saya dengan Jocong, membuat hati ini bertambah damai, dan saya masih teringat dengan pesannya untuk tidak memanggilnya dengan panggilan Jocong, tapi panggilah ia dengan nama aslinya, nama yang berarti penghias yang manapun. Anda suka membaca buku ini? Anda merasakan manfaat? Mari tarik napas yang dalam, senyum dan katakan “subhanallah wal hamdulillah”, Apa yang Anda rasakan? Oh sungguh indahnya cinta dan rahasia itu.
Jika Anda Ingin lebih bahagia dan bertambah semangat? Silahkan lanjutkan membaca untaian kata hikmah ini dan Sebarkan, mulai dari orang yang paling dekat dihati Anda, Allahu Akbar!
Sungguh perasaan senang, sedih, haru, bangga, dan harap, semuanya bersatu memenuhi relung hati. Benar-benar penuh hikmah dan motivasi
untuk bangkit dan bertarung menuju hidup yang lebih bermakna.
Sangat luarbiasa buku ini! Semoga ini merupakan langkah tepat untuk menyapanya di Taman Surga.
Saya ridukan di Kotaku. (Fika, Menado, Juli 2009)
Baca lebih lengkapnya dalam buku ”Indahnya Berbisnis dengan Allah”, seri satu (Life Management Series 1) karya Ust. Ayi Muzayini E.K, dengan pengantar DR. Hidayat Nur Wahid,MA. Penerbit Fatihah Publishing, Buku ini akan menemani Anda menuju apa yang Anda inginkan. Diangkat dari kisah nyata yang sangat istimewa dan penuh haru. Terdiri dari 10 bagian kisah yang unik dan penuh inspiratif. Tebal 296 halaman dengan harga konsumen Rp.58.000 (sudah termasuk ongkos kirim). Harga distributor Rp.30.000,- (minimal pengambilan 60 buku). Segera pesan, persediaan terbatas.
Pemesanan, masukan dan tanggapan dapat dikirim ke Jl.Pesantren No 55A 03/05 Kreo Selatan Larangan Tangerang 15156. HP 0813.8244.2222 Telp. (021)-68.99.23.24 – 7388.41.52 Fax (021)-585.45.01 Email : ayi.okey@gmail.com www.ayi-ibet.blogspot.com
Anak ini biasa dipanggil Jocong. Entah siapa yang pertama kali memanggilnya dengan nama itu, mungkin karena sejak lahir, ia memiliki rambut lurus setajam jarum pentul, sehingga orang menyebutnya Jocong alias si rambut landak. Ia lahir pada tanggal enam September 1976 di sebuah kampung Mariuk, Jampang Tengah Kabupaten Sukabumi, tepatnya sekitar 78 kilometer dari pusat kota Pelabuhan Ratu. Walau masih terletak di pulau jawa, namun Kampung ini masih tergolong desa tertinggal di Jawa Barat. Sehingga tidak heran jika rata-rata penduduknya tidak tamat sekolah dasar dan berpenghasilan dibawah sepuluh ribu rupiah per harinya.
Ayah Jocong adalah seorang buruh bangunan dan ibunya bekerja sebagai buruh tani. Ia tinggal di sebuah gubuk bambu di pinggiran sungai Cikaso. Satu-satunya sungai yang biasa digunakan untuk segala hajat hidup orang kampung. Sungai inilah yang sering menolong Jocong dan sahabat-sahabatnya membawa getek “perahu kecil terbuat dari gedebong pisang” sepulang sekolah. Jocong belajar di sekolah dasar Negeri Ciomas, yang jaraknya mencapai lima kilometer dari rumahnya. Ia sudah terbiasa berjalan kaki dengan jarak itu, bahkan lebih.
Sungai Cikaso adalah sungai yang mendidik Jocong untuk tetap tegar dan semangat dalam mengarungi takdir kehidupan ini. Terutama inspirasi dan motivasi untuk tetap bertahan di sekolah yang sering bocor dan nyaris roboh itu. Ia tetap bersekolah walau dididik hanya oleh satu guru negeri dan dua guru honorer, itupun mereka kadang tidak datang karena berbagai alasan klasik, khusunya diakhir bulan.
Walau keluarga Jocong hidup serba kekurangan, namun ia cukup bahagia menjalani takdir di desanya. Masa kecil Jocong dilalui dengan bersekolah, mengaji, talaqqi kitab kuning, bermain bola dan mandi di sungai. Kadang-kadang ia mencari kayu bakar, menangkap belut di sawah dan memancing ikan di sungai. Sore hari Jocong kadang menjual sayuran dan buah-buahan keliling kampung. Pulang sekolah ia “ngangon” (gembala) kambing dan mencari rumput untuk ternak, dan kadang juga ia memanjat pohon kelapa setinggi 15 meter sambil melihat pemandangan gunung dan hutan yang tidak begitu indah lagi, karena sudah gundul di cukur para pengusaha kota, dan bibawa entah kemana dan untuk siapa, yang pasti orang kampung tetap miskin dan hanya dapat menikmati banjirnya.
Pada tahun 1986 Jocong dipaksa keadaan untuk berhenti sekolah dasar, karena tidak ada biaya. Kemudian Jocong diminta Ayahnya merantau ke Jakarta, dengan terlebih dahulu menjadi tukang kuli panggul singkong untuk ongkos perjalanannya. Sepakan kemudian ia memulai perjalanan menuju takdirnya, dengan berjalan kaki menelusuri jalan terjal, becek dan berbatu. Jocong kecil terus melaju di jalan setapak untuk mencapai jalan aspal sejauh 25 KM, karena ternyata uang yang dikumpulkannya tidak cukup untuk ongkos naik ojek.
Lapar, lelah, letih, haus, dan panasnya terik matahari tidak membuat Jocong kecil mundur dan menyerah. Walau saat itu usianya baru sepuluh tahun, ternyata harumnya aroma Jakarta bisa membuat jalan terjal dan jauh menjadi terasa sangat dekat. “Jakarta mah hebat, loba hiburan jeng loba duit. Pokonamah genah“. Demikian promosi Kang Jajat sepupunya yang sudah dua tahun merantau di Jakarta.
Tapi apa kenyataannya, sungguh Jakarta sangat berbeda dengan bayangannya. Sampai di kota Metropolitan, Jocong hanya mampu menjadi kernet jahit. Gaji tiga puluh lima ribu rupiah seminggu hanya cukup untuk makan sehari-hari. Setiap malam, ia tidur beralaskan bahan levis dan terkadang tidur di atas mesin obras. Ruangannya sangat sempit, bau apek, panas dan pengap, bahkan kadang tidur ditemani kecoa, tikus got dan curut nying - nying. Namun apalah daya, keadaan memaksa untuk tetap bertahan. Untungnya bang Sabar dan bang Tawakal menjadi teman setianya setiap saat, sehingga ia mampu bertahan.
Tiga bulan kemudian, takdir mengantarkan Jocong ke Panti Asuhan. Tempat bernaung anak-anak yang dianggap sebagian orang kelas rendahan, bahkan anak buangan yang jauh dari perhatian, sedikit kasih sayang dan penghargaan. Sejak itulah Jocong mendapat julukan tambahan “si Molen”. Entah apa alasan dipanggilnya demikian, mungkin karena jocong hari itu bertubuh bulat, dan berambut landak, atau mungkin karena Jocong satu-satunya anak udik, wong ndeso yang unik dan imut yang paling mudah dihina dan dianiaya, karena tidak memiliki sanak saudara di Jakarta yang bisa melindunginya.
Enam tahun lamanya Jocong menjalani takdir kehidupan di Asrama yatim. Selama itu pula mendapatkan suka duka yang sangat berliku. Sungguh benar apa yang dikatakan Buya HAMKA, ulama kharismatik sepanjang masa. “Hidup ini bukanlah suatu jalan yang datar dan ditaburi bunga, melainkan adakalanya disirami air mata dan juga darah”.
Perjalanan takdir kehidupan terus melaju. Benar apa kata pepatah, semakin tinggi kelas yang didudukinya, maka semakin tinggi tes dan ujian yang dihadapinya. Ujian Jocong terasa semakin berat, ketika ayahnya sakit reumatik kronis dan TBC berat. Sungguh ia sangat sedih dan dadanya terasa sesak. Jocong tidak mampu membiayainya di Rumah Sakit, bahkan obatpun terasa sangat mahal. Sampai akhirnya, tiga tahun kemudian ayahnya meninggal dunia, dalam usia sangat muda (43 tahun). Ayahnya wafat meninggalkan istri dan empat anak yang masih bersekolah. Akhirnya semua tanggung jawab berpindah ke pundaknya.
Mulai saat itu Ia harus lebih giat lagi untuk belajar, bekerja untuk menafkahi ibu dan adik-adiknya, dan disaat yang sama ia mulai ingin menyunting wanita sholehah yang didambakannya.
Sungguh, cobaan dan ujian ini kadang terasa sangat berat. Terkadang ia sabar, terkadang ia pun nyaris putus asa. Pada saat itu Jocong belum tahu bahwa ujian dalam perjalanan takdir itu akan menjadi pintu karunia terbesar dalam hidup ini. Karunia yang tidak akan pernah terlupa sepanjang masa. Maha Kuasa dan Maha Benar Allah dengan segala firman-Nya.
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah”. (QS. Al-Hadid 57 : 22)
Memang pedih rasanya ditinggal orang yang paling dicintai. Sakit rasanya dada ini. Betapa berat pundak ini harus menanggung beban keluarga. Namun derai air mata dan isak tangis tidak akan pernah mengembalikan mereka dan tidak akan menjadi solusi apapun. Sampai akhirnya Allah memberikan hidayah untuk menemukan cara mengarungi kehidupannya. Lalu ia bangkit, bergerak dan memulai hidup dengan semangat dan harapan baru walau tanpa ayah yang dicintainya.
Jocong disadarkan bahwa itulah perjalanan sang waktu, yang harus terus melaju menuju terminal takdirnya. Walau kadang hidup ini terasa sangat berat dan pahit. Tapi tiada sungai yang tidak berhulu. Jocong dan Anda sangat yakin dengan janji Allah “Bahwa setelah kesusahan pasti ada kemudahan dan bersama kesusahan pasti disertai kemudahan yang lain”. (QS.Al-Insyiroh (94):5).
Jika Anda berbisnis dengan Allah SWT,
sekecil apapun modal dan produk yang Anda jual kepada-Nya, sesungguhnya kekayaan, pertolongan, profit, dan keberkahan Allah
tidak ada batasnya.
Jika Anda meyakini dan menjalaninya,
maka profitNya akan Anda temukan dan rasakan kapan saja dan dimana saja
sesuai dengan niat, keyakinan dan usaha Anda serta segala kehendak-Nya. Bisa!
Tidak terbayangkan sebelumnya, Jocong ini bisa belajar di sebuah sekolah favorit di Jakarta, bahkan mampu menyelesaikan sekolah di luar negeri selama enam tahun. Lalu Allah telah memberikan kelapangan untuk bisa menyekolahkan ke empat adiknya. Jocong juga diberi kesempatan untuk bisa keliling ASEAN dan Timur Tengah. Ia juga bisa menjadi sarjana Hubungan Internasional pertama dari Kampung Jampang Tengah. Ia mampu belajar dan mengajar cara berwirausaha, punya penghasilan yang cukup baik, menikah, punya rumah, punya anak, punya kendaraan yang cukup nyaman dan akhirnya tahadust bin’nikmat (berbagi kisah bahagia) dengan Anda melalui buku yang sedang Anda baca ini.
Semoga setiap nikmat yang dianugerahkan Allah kepada Jocong dan Anda semua, tidak menjadi pintu syaithon untuk menjadikanya sombong dan lupa diri untuk terus memperbaiki kekurangannya. Karena Rasulullah bersabda “Tidak masuk surga, orang yang menyimpan sebiji atom atau sawi kesombongan dalam hatinya”. Nau’dzubillah.
Jocong sangat bersyukur dengan setiap keajaiban dan anugerah Allah, walau ia sadar bahwa tantangan kedepan semakin besar dan lebih berliku. Namun setiap Anak Adam wajib meyakini bahwa di dunia ini tidak ada yang mustahil. “Apabila Dia (Allah) menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Kun Fayajun ; Jadilah!” Maka terjadilah ia. Maka Maha suci (Allah) yang di tangan-Nya kekuasaaan atas segala sesuatu dan kepada-Nyalah kamu dikembalikan.(Q.S. Yaasiin 36: 82-83)
Walau kita sadar bahwa takdir kesuksesan dan kebahagiaan tidak akan dapat diraih dengan gratis. Tetapi semuanya harus dibayar dengan tekad yang bulat, niat yang ikhlas, usaha yang maksimal dan keberanian mengambil resiko. Senada dengan apa yang dikatakan Vincent Van Gogh“Great things are not something accidental, but must certainly be willed,” (Kesuksesan besar tidak terjadi secara kebetulan, tetapi merupakan hasrat yang benar-benar diingini).
Berbuatlah dan berkaryalah, maka Allah, rasul-Nya dan orang beriman akan menjadi saksi dan penilai segala karya Anda. Belajarlah dari kisah para nabi dan rasul, para sahabat dan tabi’in, para tokoh dan ilmuan. Kerena kesukesan akan kita dapat sesuai dengan usaha kita. Dan yakinlah takdir kita tidak akan pernah tertukar dengan siapapun. Maka jangan pernah kita iri dengki dan jail aniaya atas rezeki yang dianugrahkan Allah kepada orang lain.
“Apa saja yang Allah anugerahkan kepada manusia berupa rahmat, Maka tidak ada seorangpun yang dapat menahannya; dan apa saja yang ditahan oleh Allah Maka tidak seorangpun yang sanggup melepaskannya sesudah itu. dan Dialah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Faathir 35:2)
Sungguh saya sangat senang mengenal Jocong Kecil ini, lebih senang lagi jika Anda dapat mengambil hikmah positif dari perjalanan hidupnya, sekecil apapun kelebihannya dan sebesar apapun kelemahannya. Kita tetap berdo’a semoga Anda dan Jocong dapat hidup lebih indah, mudah dan penuh berkah.
Pertemuan saya dengan Jocong, membuat hati ini bertambah damai, dan saya masih teringat dengan pesannya untuk tidak memanggilnya dengan panggilan Jocong, tapi panggilah ia dengan nama aslinya, nama yang berarti penghias yang manapun. Anda suka membaca buku ini? Anda merasakan manfaat? Mari tarik napas yang dalam, senyum dan katakan “subhanallah wal hamdulillah”, Apa yang Anda rasakan? Oh sungguh indahnya cinta dan rahasia itu.
Jika Anda Ingin lebih bahagia dan bertambah semangat? Silahkan lanjutkan membaca untaian kata hikmah ini dan Sebarkan, mulai dari orang yang paling dekat dihati Anda, Allahu Akbar!
Sungguh perasaan senang, sedih, haru, bangga, dan harap, semuanya bersatu memenuhi relung hati. Benar-benar penuh hikmah dan motivasi
untuk bangkit dan bertarung menuju hidup yang lebih bermakna.
Sangat luarbiasa buku ini! Semoga ini merupakan langkah tepat untuk menyapanya di Taman Surga.
Saya ridukan di Kotaku. (Fika, Menado, Juli 2009)
Baca lebih lengkapnya dalam buku ”Indahnya Berbisnis dengan Allah”, seri satu (Life Management Series 1) karya Ust. Ayi Muzayini E.K, dengan pengantar DR. Hidayat Nur Wahid,MA. Penerbit Fatihah Publishing, Buku ini akan menemani Anda menuju apa yang Anda inginkan. Diangkat dari kisah nyata yang sangat istimewa dan penuh haru. Terdiri dari 10 bagian kisah yang unik dan penuh inspiratif. Tebal 296 halaman dengan harga konsumen Rp.58.000 (sudah termasuk ongkos kirim). Harga distributor Rp.30.000,- (minimal pengambilan 60 buku). Segera pesan, persediaan terbatas.
Pemesanan, masukan dan tanggapan dapat dikirim ke Jl.Pesantren No 55A 03/05 Kreo Selatan Larangan Tangerang 15156. HP 0813.8244.2222 Telp. (021)-68.99.23.24 – 7388.41.52 Fax (021)-585.45.01 Email : ayi.okey@gmail.com www.ayi-ibet.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar